Mengungkap kebohongan sebuah hadis politik
Peristiwa Fadak banyak dianalisa oleh ahli
sejarah. Beragam buku ditulis untuk menetapkan bahwa tanah Fadak milik
Rasulullah saw dan telah diwariskan kepada anaknya Fathimah al-Zahra as.
Dimulai dari analisa teks, sejarah, sosial, ekonomi sampai politik dapat
ditemukan dalam buku-buku itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah Fadak
bagi Syiah.
Namun, apakah sesungguhnya demikian?
Menilik khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as,
ternyata dari keseluruhan khotbahnya tidak banyak menyinggung masalah Fadak.
Terutama bila Abu Bakar, khalifah waktu itu, tidak menyela khotbah Sayyidah
Fathimah as dan membawakan argumentasi mengapa ia mengambil Fadak dari tangan
Sayyidah Fathimah as, maka khotbah tentang tanah FAdak semakin sedikit. Di
samping itu, masalah Fadak dibawakan oleh Sayyidah Zahra pada bagian-bagian
akhir dari khotbahnya.
Untuk lebih jelasnya apa sebenarnya yang
terjadi dalam dialog keduanya, perlu untuk mengkaji kembali khotbah Sayyidah
Fathimah al-Zahra as. Hal ini akan memperjelas apa sebenarnya yang terjadi
antara keduanya.
Sanad khotbah
Khotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah
satu khotbah yang dikenal oleh ulama Syiah dan Ahli Sunah. Mereka meriwayatkan khotbah
Sayyidah Zahra as ini dengan sanad yang dapat dipercaya. Bagi Syiah, khotbah
ini diriwayatkan dari berbagai sanad yang sampai kepada para Imam as atau dari
Sayyidah Zainab as anak Imam Ali bin AbiThalib as. Sekalipun ini adalah
khotbah, namun bagi Syiah menjadi sandaran dan dalil.
Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari dalam bukunya
“Saqifah dan Fadak” menukil sanad-sanad khotbah Sayyidah Fathiman as. Ibnu Abi
al-Hadid dalam Syarah Nahjul Balaghahnya menyebutkan empat jalur sanad yang
diriwayatkan oleh al-Jauhari:
1. Al-Jauhari
dari Muhammad bin Zakaria dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari ayahnya dari
HAsan bin Saleh bin Hayy dari dua orang Ahlul Bait Bani Hasyim dari Zainab
binti ali bin Abi Thalib as dari ibunya Sayyidah Fathimah as.
2. Al-Jauhari
dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari ayahnya dari Ja’far bin Muhammad bin
Ali bin al-Husein as.
3. Al-Jauhari
dari Utsman bin Imran al-Faji’i dari Nail bin Najih dari Umar bin Syimr dari
Kabir Ja’fi dari Abu Ja;far Muhammad bin Ali (Imam Baqir as).
4. Al-Jauhari
dari Ahmad bin Muhammad bin Yazid dari Abdullah bin Hasan yang dikenal dengan
sebutan Abdullah al-Mahdh bin Fathimah binti al-Husein dan ibnu al-Hasan
al-Mutsanna.
Ali bin Isa al-Irbil salah seorang ulama Syiah
menukil khotbah ini dari buku “Saqifah dan Fadak” milik Ahmad bin Abdul Aziz
al-Jauhari. Ia menyebutkan, “Saya menukil khotbah ini dari buku Saqifah dan
Fadak karangan Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Sebuah buku dari naskah kuno
yang telah dibaca dan di tashih oleh penulis pada tahun 322 hijriah dengan
sanad yang berbeda-beda”.
Abu al-Fadhl Ahmad bin Abi Thahir (lahir 204
H) ulama yang hidup pada zaman Ma’mun khalifah Bani Abbas dalam bukunya Balaghat
al-Nisa’ meriwayatkan khotbah ini dari beberapa jalur:
1. Perawi
mengatakan, “Aku berada di sisi Abu al-Hasan Zaid bin Ali bin al-Husein as.
Pada waktu itu aku sedang berdialog dengan Abu Bakar Mauqi’i tentang masalah
Sayyidah Fathimah as dan bagaimana Fadak diambil darinya. Aku berkata,
“Kebanyakan masyarakat punya pendapat tentang khotbah ini. Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa khotbah ini milik Abu al-‘Anina dan bukan milik Sayyidah
Fathimah as. Zaid menjawab, “Saya sendiri melihat tokoh-tokoh dari keluarga Abu
Thalib yang menukil khotbah ini dari ayah-ayah mereka. Khotbah ini juga saya
dapatkan dari ayah saya Ali bin al-Husein as. Lebih dari itu, tokoh-tokoh Syiah
meriwayatkan khotbahini dan mengejarkannya sebelum kakek Abu al-‘Aina lahir ke dunia.
2. Khotbah
ini dinukil oleh Hasan bin Alawan dari Athiyah al-Aufi dari Abdullah bin
al-Hasan dari ayahnya.
3. Ja’far
bin Muhammad berada di Mesir. Suatu hari aku melihatnya di Rafiqah dan
berkata, “Ayah saya meriwayatkan hadis kepada saya dan berkata, “Musa bin Isa
mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Yunus dari Ja’far al-Ahmar dari
Zaid bin Ali bin al-Husein as dari bibinya Sayyidah Zainab binti Ali bin Abi
Thalib as meriwayatkan khotbah ini.
Tuntutan dan argumentasi Sayyidah Fathimah as
Untuk mengetahui secara detil apa sebenarnya
yang terjadi dalam khotbah dan dialog antara Sayyidah Fathimah as dengan Abu
Bakar sangat perlu untuk melihat langsung teks khotbah itu.
Pada salah satu bagian dari khotbahnya
Sayyidah Fathimah as menuntut haknya atas tanah Fadak:
Saat ini kalian menganggap bahwa kami tidak
punya warisan!?
Apakah mereka menginginkan hukum jahiliah,
padahal hukum mana yang lebih dari hukum Allah bagi mereka yang beriman.
Apakah mereka tidak tahu!?
Ya, kalian mengetahui bahwa aku adalah putri
Nabi. Pengetahuan kalian bak sinar mentari, jelas.
Wahai kaum muslimin! Apakah pantas aku menjadi
pecundang atas warisan ayahku!?
Wahai anak Abu Quhafah! Apakah ada dalam
al-Quran ayat yang menyebutkan bahwa engkau mewarisi harta ayahmu, sementara
aku tidak mewarisi harta ayahku!? Engkau telah membawa tuduhan yang aneh!
Apakah kalian secara sengaja meninggalkan
al-Quran dan meletakkannya di punggung kalian ketika al-Quran mengatakan: “Dan
Sulaiman telah mewarisi Daud”.
Al-Quran menukil cerita Yahya bin Zakaria
ketika berkata: “Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera yang
akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub”.
Dan Allah berfirman: “orang-orang yang
mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
(daripada yang bukan kerabat)di dalam Kitab Allah”.
Dan allah berfirman: “Allah mensyariatkan
bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu: bahagian seorang
anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.
Dan Allah berfirman: “berwasiat untuk ibu
bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (Ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa”.
Dan kalian menganggap aku tidak mewarisi
sesuatu dari harta ayahku?
Apakah ada ayat yang turun kepada kalian yang
mengecualikan ayahku?
Ataukah kalian akan mengatakan bahwa keduanya
(aku dan ayahku) menganut agama yang berbeda sehingga tidak mewarisi?
Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama
yang satu?
Ataukah kalian merasa lebih tahu tentang
al-Quran dari ayahku dan anak pamanku (Imam Ali bin Abi Thalib)?
Bila memang kalian mengklaim demikian, maka
ambil dan rampaslah warisanku yang terlihat bak kendaraan yang telah siap
sedia!? Tapi, ketahuilah! Ia akan menghadapimu di hari kiamat.
Sesunguhnya, sebaik-baik hukum adalah hukum
Allah, sebaik-baik pemimpin adalah Muhammad dan sebaik-baik pengingat adalah
hari kiamat.
Ketika hari kiamat tiba, orang-orang yang
batil akan mengalami kerugian. Pada waktu itu penyesalan tidak lagi bermanfaat.
Setiap berita ada tempatnya dan kalian akan
tahu siapa yang diazab sehingga hina dan senantiasa ia mendapat siksaan yang
pedih!
Jawaban Abu Bakar
Setelah Sayyidah Fathimah as mengajukan
tuntutan dan mengargumentasikan haknya, beliau kemudian menatap orang-orang
Anshar dan mengingatkan siapa mereka dan betapa pentingnya peran mereka dalam
menjaga Islam. Namun, nilai dan kesempurnaan sesuatu akan dinilai pada
akhirnya. Cinta terhadap kedudukan membuat mereka lupa menolong dan membantu
putri Rasulullah saw. Dalam khotbahnya, Sayyidah Fathimah as menyebutkan bahwa
kalian punya potensi untuk menghadapi penguasa yang tidak sah dan zalim. Namun,
ketika mereka tidak bangkit Sayyidah Zahra as tidak menerima alasan mereka.
Upaya Sayyidah Zahra as untuk membangkitkan semangat kaum Anshar membela
kebenaran kemudian diputus oleh Abu Bakar yang menjabat sebagai khalifah waktu
itu dengan jawabannya.
Abu Bakar menjawab tuntutan dan argumentasi
yang disampaikan oleh Sayyidah Fathimah as dengan ucapannya:
Wahai putri Rasulullah saw! Ayahmu seorang
yang lembut, pengasih dan dermawan atas orang-orang mukmin, sementara itu bila
menghadapi orang-orang kafir ia sangat keras.
Bila dilihat dari sisi hubungan kekeluargaan,
ia adalah ayahmu dan saudara ayahmu. Sementara tidak ada orang lain yang
sepertimu.
Kami melihat bagaimana Nabi begitu
memperhatikan suamimu lebih dari yang lain. Dalam setiap pekerjaan besar,
suamimu pasti menjadi penolong Nabi. Hanya orang yang selamat saja yang mencintai
kalian dan hanya orang celaka saja yang membenci kalian. Kalian adalah Itrah
Rasulullah yang baik.
Kalian adalah penunjuk dan penuntun ke arah
kebaikan dan surga.
Dan engkau adalah wanita terbaik dan putri
terbaik dari para Nabi.
Engkau benar dalam ucapanmu dan akal dan
pemahamanmu lebih cerdas dari yang lain.
Tidak ada yang dapat menghalangi hak Anda dan
kebenaranmu tidak bisa ditutup-tutupi.
Demi allah! Aku tidak melanggar pendapat
Rasulullah saw dan aku tidak berbuat kecuali dengan seizinnya. Seorang pemimpin
tidak akan membohongi rakyatnya.
Dalam masalah ini aku menjadikan Allah sebagai
saksi dan cukuplah Allah sebagai saksi.
Aku mendengar sendiri dari Rasulullah saw
bersabda: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan
tanah untuk bercocok tanam. Kami hanya mewariskan al-Quran, al-Hikmah, al-Ilmu
dan al-Nubuwah. Apa saja yang tertinggal dari kami, maka itu menjadi hak milik
pemimpin setelah kami. Dan apa yang menjadi maslahat itu yang bakal diputuskan
olehnya.
Apa yang engkau tuntut dari tanah Fadak, itu
akan kami pakai untuk menyiapkan kuda dan senjata bagi para pejuang Islam untuk
menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang jahat.
Masalah ini tidak aku putuskan sendiri, tetapi
lewat kesepakatan seluruh kaum muslimin aku melakukan itu.
Ini kondisi dan apa yang saya miliki menjadi
milik engkau.
Apa yang bisa saya lakukan akan saya lakukan
dan saya tidak menyimpan apapun di hadapan engkau.
Engkau adalah panutan umat ayahmu dan pohon
yang memiliki akar yang baik bagi keturunanmu.
Keutamaan yang engkau miliki tidak dapat
dipungkiri oleh seorang pun.
Hak-hak engkau tidak akan dicampakkan begitu
saja; baik masalah penting atau tidak.
Apa yang engkau perintahkan terkait dengan
diri saya akan saya lakukan.
Apakah engkau merasa layak bahwa dalam masalah
ini saya menentang aturan ayahmu?
Jawaban balik Sayyidah Fathimah as
Setelah mendengar jawaban dari Abu Bakar
mengenai tuntutannya atas tanah Fadak, Sayyidah Fathimah as menjawab:
Subhanallah! Rasulullah saw tidak pernah
memalingkan wajahnya dari al-Quran dan tidak pernah menentang hukum-hukum yang
ada di dalamnya.
Nabi senantiasa mengikuti al-Quran dan
surat-suratnya.
Apakah engkau mulai mengeluarkan tipu dayamu
dengan berbohong atas namanya mencoba mencari alasan atas perbuatanmu?
Tipu daya ini sama persis seperti yang
dilakukan terhadapnya ketika Nabi masih hidup.
Ini adalah al-Quran, Kitab Allah yang menjadi
juru adil, pemutus perkara dan berbicara atas nama kebenaran. Al-Quran
mengatakan: “seorang putra yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian
keluarga Ya’qub” dan “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.
Allah telah membagi bagian para ahli waris
sesuai dengan bagiannya secara gamblang sehingga tidak ada orang mencari-cari
alasan di kemudian hari. Semestinya engkau mengamalkan yang seperti ini.
Namun engkau melakukan sesuatu yang lain
karena hawa nafsu dan bisikan setan.
Dalam kondisi yang demikian, pilihan terbaik
adalah bersabar karena kesabaran itu indah dan Allah adalah penolong dari apa
yang kalian gambarkan.
Penjelasan terakhir Abu Bakar
Sanggahan terakhir Sayyidah Fathimah as
membuat Abu Bakar tidak lagi menyangkal perbuatannya dengan hadis yang dipakai
sebelumnya setelah dengan cerdik Sayyidah Fathimah as menjelaskan premis mayor
bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada dalam
al-Quran. Setelah dihadapkan dengan ayat-ayat yang disebut itu, Abu Bakar
menjawab:
Maha benar Allah, benar apa yang disabdakan
Rasulullah dan benar juga apa yang diucapkan oleh putri Rasulullah saw.
Engkau adalah tambang kebijakan, pusat hidayah
dan rahmat, tiang agama dan sumber kebenaran.
Aku tidak mengatakan apa yang engkau katakan
adalah salah dan tidak mengingkari khotbahmu, namun mereka kaum muslimin
sebagai juri yang menilai antara saya dengan engkau. Mereka memilih saya
sebagai khalifah dan apa yang saya raih ini berkat kesepakatan mereka tanpa ada
paksaan dan kesombongan dari diriku. Dalam hal ini mereka semua menjadi saksi.
Analisa argumentasi Abu Bakar
Bila dilihat secara teliti, sebenarnya Abu
Bakar telah mengetahui bahwa bagaimana sebelumnya Sayyidah Fathimah as telah
membawakan ayat-ayat yang menunjukkan bagaimana para Nabi mewariskan hartanya
kepada anaknya. Jadi, hal ini sudah dipahami secara baik oleh Abu Bakar. Namun,
untuk menjustifikasi perbuatannya ia perlu sebuah landasan berpijak yang kokoh.
Tidak cukup hanya dengan alasan sebagai penguasa waktu itu, sebagai khalifah
pengganti Rasulullah saw, ia akan memanfaatkan tanah milik Rasulullah saw yang
diwariskan kepada anaknya untuk mendanai angkatan perang. Artinya, menyita
tanah Fadak milik putri Rasulullah saw tidak cukup dengan menyampaikan alasan
kebijakan politik, tapi harus dengan bersandar pada ayat al-Quran atau sabda
Nabi.
Sebagaimana telah disebutkan dalam khotbahnya,
Sayyidah Fathimah as menyebutkan bahwa yang paling mengetahui al-Quran
adalah Nabi Muhammad saw dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Selain itu, Sayyidah
Fatahimah as membacakan beberapa ayat al-Quran untuk memenangkan
tuntutannya. Di sini Abu Bakar terpaksa memakai hadis yang disebutnya berasal
dari Rasulullah saw. Hadis ini dipakainya untuk mematahkan klaim Sayyidah
Fathimah as dan setelah itu baru ia menyebutkan alasan sebenarnya mengapa ia
menyita tanah itu. Abu Bakar melihat bahwa tanah sebesar itu dapat mendanai
angkatan perang untuk menghadapi musuh-musuh Islam.
Sebenarnya, alasan itu juga yang dipakai untuk
menyita paksa tanah Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as. Bila tanah itu
tidak disita, maka kemungkinan besar pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as dapat
melakukan perlawanan fisik bahkan bersenjata melawannya. Bila tanah itu dapat
dipakai untuk mendanai angkatan bersenjatanya, maka hal yang sama dapat
dipergunakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as. Itulah mengapa ketika Sayyidah
Zahra as tengah berbicara mengenai masalah Fadak, Abu Bakar tidak melakukan
protes dengan menjawab argumentasi yang disampaikan oleh Sayyidah Fathimah as.
Tapi, ketika pembicaraan telah berpindah mengenai kaum Anshar, di mana Sayyidah
Zahra as menjelaskan dengan terperinci posisi dan peran mereka dalam Islam dan
setelah itu mengingatkan mereka dengan pesan-pesan Rasulullah saw mengenai
Ahlul Baitnya serta apa akibatnya orang yang tahu kebenaran tapi tidak membela
kebenaran, Abu Bakar lantas menjawab mengenai masalah Fadak yang telah
disebutkan sebelumnya. Jelas, bila hal ini dibiarkan berlangsung, maka
kemungkinan besar kaum Anshar akan terpengaruh dengan ucapan anak semata wayang
Rasulullah saw ini.
Dari sini jelas, jawaban Abu Bakar menjadi
terlihat terburu-buru. Karena yang harus dilakukannya adalah membawa
argumentasi yang lebih kuat lagi setelah mendengar Sayyidah Zahra as
menyebutkan bagaimana para Nabi saling mewarisi. Ketika mendapat jawaban dari
Sayyidah Zahra as yang terlebih dahulu menyebutkan bagaimana Rasulullah saw
tidak pernah menentang hukum-hukum al-Quran, beliau kemudian mengulangi lagi
dua ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Sayyidah Fathimah as tidak saja
mengulangi ayat-ayat tersebut, tapi juga menjelaskan bagaimana caranya
menggabungkan ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang menjelaskan
bagian-bagian yang didapatkan oleh ahli waris. Pada akhirnya, Sayyidah Fathimah
as menjelaskan filsafat hukumnya mengapa bagian-bagian ahli waris disebutkan
secara terperinci, karena dikemudikan hari tidak ada lagi kerancuan dan
kebingungan dalam masalah ini.
Pesan dialog
Melihat porsi pembahasan tanah Fadak dalam
khotbah Sayyidah Fathimah as bila dibandingkan dengan keseluruhan khotbah yang
cukup panjang itu, dapat diamati bahwa tujuan Sayyidah Fathimah as lebih mulia
dari sekedar yang dibayangkan oleh sebagian orang. Mereka menganggap Sayyidah
Fathimah as menuntut tanah Fadak karena tidak beliau berbeda dengan orang lain
yang juga begitu menitikberatkan masalah materi. Bila tujuan Sayyidah Zahra as
adalah sekadar memenuhi kebutuhan materi sekalipun dari jalan halal karena itu
adalah miliknya, maka masalah Fadak akan menyita sebagian besar dari khotbah
itu.
Bila dalam peristiwa Saqifah, Sayyidah
Fathimah as datang ke sana dan menegaskan kepada mereka bahwa Rasulullah saw
telah menetapkan Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah sepeninggalnya. Mereka
akan menjawab bahwa ini hanya masalah keluarga. Ia menginginkan agar suaminya
menjadi pemimpin dan yang berkuasa.
Bila sejak awal, Sayyidah Zahra as menekankan
masalah Fadak dan itu adalah miliknya, ia akan dituduh sebagai mata duitan dan
kekuasaan. Karena ia ingin segalanya berada di tangannya dan tangan keluarga
Nabi as. Pada akhirnya, mereka akan dituduh sebagai rasialis, karena tidak
senang melihat pos-pos yang basah menjadi milik orang lain.
Masalah warisan dalam krisis tanah Fadak waktu
itu dipergunakan dengan baik oleh Sayyidah Zahra as untuk menunjukkan bahwa
mereka yang memerintah tidak memiliki kelayakan. Contoh yang akan ditampilkan
adalah masalah tanah Fadak. Isu tanah Fadak dijadikan sarana oleh Sayyidah
Fathimah as. Beliau ingin menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa pengganti
Rasulullah saw yang disebut sebagai khalifah Rasulullah saw tidak mengerti
masalah peradilan. Khalifah yang tidak mengetahui bagaimana cara mengadili
orang lain berdasarkan ajaran Islam tidak layak menjadi khalifah.
Sayyidah Zahra as ingin mengatakan bahwa
khalifah yang dipilih ini tidak punya kelayakan karena dalam masalah warisan
yang mudah saja ia tidak mampu menyelesaikannya. Permasalahan sebenarnya bisa
terhenti di sini, tapi karena Abu Bakar bangkit dan menjawab khotbah Sayyidah
Zahra as, masalah menjadi lebih menguntungkan Sayyidah Zahra as dan merugikan
Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjawab tuntutan Sayyidah Zahra as dengan hadis
yang berbunyi: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas dan perak tidak juga
rumah dan tanah untuk bercocok tanam”, Sayyidah Zahra as kemudian mengadu
hadis itu dengan al-Quran. Namun, sebelum itu beliau memberikan tolok ukur
bahwa ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad saw tidak pernah bertentangan dengan
hukum-hukum al-Quran.
Pada kondisi yang seperti ini, Abu Bakar tidak
dapat berbuat apa-apa, karena hadis yang dibawakannya bertentangan dengan
ayat-ayat al-Quran. Semua tentu masih ingat bagaimana Rasulullah saw bersabda
bahwa setiap hadis yang bertentangan dengan al-Quran harus dilemparkan ke
tembok. Artinya, tidak dipakai. Hadis itu bukan hadis Nabi. Lebih berat lagi,
hadis itu adalah hadis palsu. Di sini, kasus tanah Fadak bukan saja menyingkap
masalah ketidaklayakan seorang khalifah menyelesaikan sebuah masalah ringan
tentang warisan, tapi telah dihadapkan pada penggunaan hadis palsu; sengaja
atau tidak. Untuk menjatuhkan argumentasi Sayyidah Zahra as, Abu Bakar terpaksa
mempergunakan hadis palsu. Namun, dengan membawakan dua ayat terbongkar juga
masalah ini.
Tidak ada jalan lain, Abu Bakar terpaksa
mengakui kelihaian Sayyidah Zahra as dan keluasan pengetahuannya. Abu Bakar
akhirnya hanya dapat berargumentasi bahwa ia dipilih secara aklamasi oleh
seluruh para sahabat tanpa paksaan dan kebijakan yang diambilnya adalah
demikian. Lagi-lagi Abu Bakar terjerumus dengan menjadikan orang-orang sebagai
tolok ukur dan bukan al-Quran.
Penutup
Khotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah
satu khotbah yang masyhur. Khotbah yang menunjukkan kefasihan, keberanian dan
keluasan pengetahuan putri Rasulullah saw. Salah satu data sejarah paling
autentik mengenai kondisi umat Islam generasi awal. Selain kajian sosial, hukum
dan politik tidak lupa juga membahas masalah isu-isu keislaman seperti tauhid,
keadilan ilahi, kenabian, imamah, hari akhir, filsafat hukum dan lain-lain.
Salah satu kajian yang menarik dari khotbah
Sayyidah Zahra as adalah dialognya dengan Abu Bakar yang menjadi khalifah
setelah terpilih di Saqifah. Dialog-dialog ini dapat memberikan nuansa baru untuk
memahami polemik yang terjadi antara keduanya dalam masalah tanah Fadak.